PILARMEDIA.ID, SULTENG – Aliansi Sulawesi Terbarukan meminta kepada pemerintah agar merevisi Perpres No 112 Tahun 2022 tentang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan menghentikan pembangunan pembangkit listrik bertenaga fosil di Sulawesi khususnya untuk menggerakkan smelter atau industri nikel.
Aliansi Sulawesi Terbarukan dibentuk oleh tiga organisasi lingkungkungan hidup di Pulau Sulawesi yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, WALHI Sulawesi Selatan dan WALHI Sulawesi Tenggara yang terbentuk di Kota Palu 16 Februari 2023.
Direktur WALHI Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin mengatakan Pulau Sulawesi saat ini dan kedepan akan menjadi sasaran pembangunan PLTU untuk menopang kawasan-kawasan industri smelter nikel di Provinsi Sulsel, Sulteng dan Sultra. Pihaknya memprediksi bahwa masalah lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat akan terjadi begitupun dengan peningkatan jumlah emisi karbon sehingga memperparah krisis iklim yang sedang terjadi di dunia.
“kami melihat pembangunan pembangkit listrik batu bara akan semakin massif di Sulawesi. Hal ini senada dengan meningkatnya investasi China di Sulawesi terkait pembangunan industri atau smelter nikel,” katanya Jumat (17/2/2023).
Amin mengatakan bahwa saat ini pemerintah dan beberapa perusahaan Cina sedang berencana membangun PLTU di Sulawesi sebesar 9 GW. PLTU tersebut dibangun untuk mempercepat industrialisasi nikel di Sulawesi dan Maluku Utara. Dengan demikian, kerusakan hutan hujan, sungai, pesisir dan laut juga akan semakin meningkat di masa depan.
“Kami tidak bisa bayangkan kalau di jantung Sulawesi akan berdiri banyak sekali PLTU dan Smelter nikel. saya juga tidak bisa membayangkan bagaimana masa depan ekosistem hutan, sungai, dan pesisir, serta kehidupan masyarakat di Sulawesi, khususnya perempuan akibat massifnya pertambangan nikel, pembangunan PLTU dan smelter nikel yang semakin banyak,” bebernya.
Kemudian, dirinya menjelaskan bahwa di Sulawesi, setidaknya sudah berdiri 10 smelter nikel yang tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Lalu, untuk menggerakkan 10 smelter ini, perusahaan-perusahaan China telah membangun beberapa PLTU yang total kapasitasnya mencapai 5.520 MW atau 5,5 GW. artinya masih dibutuhkan 3,5 GW listrik yang dibutuhkan untuk menggerakan seluruh smelter nikel di Sulawesi dan Maluku Utara. Karena masih ada beberapa perusahaan China yang berencana membangun smelter baru di Sulawesi.
“Ini alarm bagi iklim dunia, hutan, pesisir laut dan kehidupan masyarakat di Sulawesi. Berapa ton karbon yang dikeluarkan PLTU ini setiap hari. Berapa juta ton batubara yang akan dikirim dari Pulau Kalimantan, berapa ratus ribu hektar hutan hujan yang harus dirusak. Maka tegas kami katakan Aliansi Sulawesi Terbarukan Menolak Eksploitasi Nikel yang rakus karbon. Kami menolak pembangunan energi fosil untuk smelter nikel di Sulawesi,” tegasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, Sunardi Katili menuturkan bahwa WALHI Sulawesi Tengah sudah melakukan investigasi di Morowali Utara dan menemukan kerusakan yang begitu masif akibat aktivitas smelter nikel dan PLTU. temuan ini juga yang mendorong kami membentuk aliansi bersama WALHI Sulsel dan Sultra untuk bersama-sama menghentikan pembangunan smelter nikel baru dan PLTU atau pembangkit listrik tenaga fosil di Sulawesi.
“Kami melihat kerusakan ekosistem hutan, terumbu karang, pencemaran laut, perusakan sumber-sumber air masyarakat yang diakibatkan deforestasi dan pembuangan limbah pabrik smelter ke laut,” ucapnya.
“Maka, saya setuju sekali dengan aliansi sulawesi ini. Kami bertiga akan melakukan berbagai kegiatan untuk menyelamatkan bumi, masyarakat dan hutan di Sulawesi dari ancaman kerusakan lingkungan akibat pembangunan energi fosil,” sambungnya. (just)